TEMPO.CO, Jakarta - Keberadaan internet diikuti dengan hadirnya berbagai macam game online. Rasanya setiap pengguna ponsel pintar memiliki setidaknya satu gim dari di gawainya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Salah satu genre game online yang memiliki banyak penggemar adalah role-playing video game atau RPG. Biasanya dalam game jenis ini dilengkapi dengan aksi jual beli barang atau kemampuan yang bisa digunakan karakter di dalam permainan untuk menambah keseruan.
Lalu bagaimana hukum Islam memandang jual beli item dalam game online?
Peneliti Bidang Ekonomi Syariah di Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur. Muhammad Syamsudin, mengatakan game online pada dasarnya merupakan harta ma’nawi yang berjamin hak penyiaran (broadcasting). Status hak penyiaran itu dibuktikan oleh lisensi yang dimiliki oleh pengembang gim.
Pengasuh Pondok Pesantren Hasan Jufri Putri, Pulau Bawean, Gresik ini menuturkan hukum muam'alah dalam jual beli item gim daring secara umum boleh sebab sudah keluar dari batas mu'amalah yang dilarang oleh Rasulullah SAW. “Sebagai harta yang berjamin lisensi penyiaran publik, maka keberadaan "material siaran" yang dikandung oleh game online bersifat bisa disewa, disewakan, atau dihibahkan kepada pihak lain,” katanya dikutip dari laman resmi Nahdlatul Ulama, Ahad, 22 Agustus 2021.
Syamsudin menjelaskan dalam konteks ini pemain membeli materi game kepada pengembang dengan tiga model pembayaran. Pertama dengan biaya kuota data. Kedua dengan membeli lisensi khusus sehingga mendapatkan fasilitas tambahan. Ketiga mengikuti misi yang disyaratkan oleh pengembang. Konsekuensinya pemain berhak mendapatkan manfaat dari game ini.
Ia menuturkan suatu harta bisa disebut sebagai “manfaat” apabila memiliki jaminan berupa empat hal, yaitu jaminan barang, jaminan utang, jaminan layanan, dan hak, bukan barang, utang maupun layanan.
“Semua manfaat tersebut wajib diberikan oleh provider secara pasti atau tsubût. Bukan tanpa dasar, hal ini berpegangan pada janji yang disampaikannya lewat FAQ atau petunjuk penggunaan,” tuturnya.
Jika ini terpenuhi, maka keempat manfaat di atas berlaku sah sebagai harta penjamin transaksi disebabkan ikatan kelaziman penunaian 'hak' user oleh pengembang. Sementara itu, item yang diperoleh setelah menyelesaikan misi dalam game online merupakan bagian dari manfaat yang didapatkan pemain.
Karena item dalam game online telah menunjukkan nilai manfaat yang ditunaikan pengembang dan bisa dirasakan pengaruhnya dan bisa dikuasai oleh pemain, maka barang ini telah memenuhi syarat sebagai sesuatu yang boleh diperjualbelikan atau ditransaksikan. Artinya pemain diperbolehkan menjual item atau gold yang telah ia miliki ke pemain yang lain.
RAUDATUL ADAWIYAH NASUTION
BincangMuslimah.Com – Pesatnya perkembangan zaman memberikan berbagai dampak bagi manusia, baik dampak positif maupun negatif. Salah satu dampak negatif akibat modernisasi perkembangan zaman ini adalah akses internet tanpa batas. Siapapun bisa mengakses internet untuk publikasi di media sosial, bermain games, termasuk mencari keuntungan dengan judi online? Hukum judi sendiri sudah jelas haram, apakah sekedar mempromosikan judi online juga haram?
Akhir-akhir ini viral di media sosial tentang judi online. Tidak hanya sebagai pemain, promosi juga gencar dilakukan di berbagai media sebagai wadah untuk mempromosikan judi online seperti melalui streaming YouTube.
Judi adalah perbuatan yang dilarang oleh Allah. Sebagaimana firman-Nya di dalam Q.S. al-Maidah [5]:90 berikut:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِنَّمَا ٱلۡخَمۡرُ وَٱلۡمَيۡسِرُ وَٱلۡأَنصَابُ وَٱلۡأَزۡلَٰمُ رِجۡسٞ مِّنۡ عَمَلِ ٱلشَّيۡطَٰنِ فَٱجۡتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkurban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”
Larangan judi ini tentu juga karena memperhatikan aspek maslahat dan mafsadah yang akan ditimbulkan. Padahal menjaga akal dan harta merupakan salah satu aspek yang dijaga dan diperhatikan dalam Islam.
Tentu hal ini berbanding terbalik dengan berjudi. Seseorang akan mengalami kerugian secara moral, terlebih lagi finansial. Bagaimana tidak, ketika melakukan judi seseorang diharuskan memberikan taruhan sejumlah uang. Jika kalah, yang dihasilkan hanyalah kerugian tanpa membawa uang sepeserpun. Meskipun menang, itu tidak menutup kemungkinan ia akan kalah di waktu yang lain.
Praktik yang terjadi dalam judi online juga demikian. Bahkan tidak jarang orang-orang yang akhirnya terjerat pinjaman online hanya demi melakukan judi online. Indonesia sebagai negara dengan mayoritas muslim terbanyak di dunia sejatinya sudah melarang adanya praktik judi. Namun, bukan hanya praktiknya saja yang meluas bahkan saat ini promosi tentang judi online juga marak terjadi.
Promosi sendiri adalah sesuatu yang dilakukan dengan menggunakan kalimat persuasif (ajakan). Selain itu, tentunya promosi judi online juga menggunakan penawaran menarik yang membuat banyak orang ingin mencoba dan melakukan hal yang sama.
Untuk itu, agar tidak terjerumus pada perkara yang jelas dilarang oleh agama maka sesuatu yang mengantarkan kepada keharaman tersebut-seperti promosi judi online dalam konteks ini- juga harus dihindari.
Berikut beberapa dalil yang dapat membuka penalaran kita bahwa promosi terhadap judi juga termasuk hal yang dilarang.
Pertama, Q.S. Al-Maidah [5]:2
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
Artinya: “Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”.
Kedua, HR. Imam Muslim
مَن دَعا إلى هُدًى، كانَ له مِنَ الأجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَن تَبِعَهُ، لا يَنْقُصُ ذلكَ مِن أُجُورِهِمْ شيئًا، ومَن دَعا إلى ضَلالَةٍ، كانَ عليه مِنَ الإثْمِ مِثْلُ آثامِ مَن تَبِعَهُ، لا يَنْقُصُ ذلكَ مِن آثامِهِمْ شيئًا
Artinya: “Barang siapa yang mengajak kepada kebaikan, maka ia akan mendapatkan pahala seukuran orang yang mengikutinya yang tidak berkurang sedikitpun. Barang siapa yang mengajak kepada kesesatan, maka ia akan memperoleh dosa sebanyak dosa orang yang mengikutinya yang tidak berkurang sedikitpun.”
Kedua dalil ini menunjukkan larangan tentang ajakan terhadap kesesatan. Ketika kita mengajak orang lain ke dalam kesesatan lalu ia melakukan kesesatan tersebut, itu berarti kita juga turut andil terhadap dosa yang ia lakukan.
مَا لَا يَتِمُّ تَرْكُ الحَرَامِ إِلاَّ بِهِ فَهُوَ وَاجِبٌ
Artinya: “Sesuatu yang meninggalkan keharaman tidak sempurna kecuali dengan (juga meninggalkan)nya, maka sesuatu itu adalah wajib (pula untuk dihindari)”
Kaidah ini menggambarkan bahwa sebagai seorang muslim, kita harus mengambil langkah ihtiyath (hati-hati) agar kita tidak terjerumus ke dalam perkara yang haram. kita harus menghindari sesuatu yang bisa mengantarkan kita kepada keharaman tersebut. Dalam hal ini adalah promosi terhadap judi online.
Dengan demikian, mengacu pada dalil-dalil ini, dapat dipahami bahwa baik judi ataupun sekedar promosi judi online saja adalah sesuatu yang dilarang karena maslahat yang ditimbulkan dari keduanya hanyalah ilusi belaka. Sedangkan faktanya, baik judi maupun promosi judi adalah sesuatu yang bisa merusak moral dan finansial..